Tugas Ilmu Budaya Dasar
ILMU BUDAYA DASAR
Disusun
oleh: Nurul Fahsya (NPM: 36413716)
Kelas:
1ID06
Fakultas
Teknologi Industri
Jurusan
Teknik Industri
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan YME karena berkat rahmatnya saya dapat
menelesaikan tugas ketiga saya. Pada tugas ini saya membahas tentang Nilai Budaya
Terhadap Upacara Adat Jawa Pada Masa Kehamilan dan Kelahiran Bayi. Indonesia
mempunyai berbagai jenis macam suku dan budaya, yang masing-masing memiliki
keunikan dan nilai plus tersendiri. Saya memilih adat Jawa karena begitu banyak
hal tentang adat istiadat jawa yang menarik perhatian saya untuk mengkaji lebih
dalam lagi. Begitu banyak aturan adat Jawa bagi perempuan yang sedang hamil,
begitu juga masa kelahiran seorang bayi. Semua menarik perhatian saya, bahkan
bukan hanya masa kehamilan dan kelahiran seorang bayi saja, tetapi pernikahan
dan kematian pun juga ada aturan adatnya. Namun kali ini saya hanya membahas
tentang adat istiadat Jawa pada masa kehamilan dan kelahiran bayi.
Saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada sumber yang telah membantu sayadalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan pembaca
tentang budaya dan adat istiadat Jawa.
Depok, 20 Desember 2013
Nurul Fahsya
36413716
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak adalah
anugerah yang paling indah dari Tuhan, semua pasangan suami isteri begitu
mendambakan kehadiran seorang anak untuk menjadi pelengkap keluarganya.
Masa-masa kehamilan adalah masa yang tidak akan terlupakan bagi seorang ibu,
mengandung bayi selama 9 bulan, mengidam dan merasakan mual menjadi hal yang
harus dihadapi. Pada saat melahirkan seorang ibu harus berjuang mati-matian
demi mengeluarkan malaikat kecil dari perutnya, nyawa yang menjadi taruhannya.
Ketika bayi lahir dengan selamat dan ibu pun sehat adalah saat-saat yang paling
membahagiakan bagi pasangan suami isteri beserta keluarga besarnya.
Bagi masyarakat
Sumatra Utara khususnya suku Batak salah satu upacara adat melahirkan adalah
upacara Mangharaon. Upacara ini
dilakukan pada saat si ibu telah melahirkan, maka dengan segera si bapak
menjatuhkan kayu besar dari atap rumah ke halaman lalu mengapaknya (Manaha
Saganon), dimana kayu tersebut nantinya akan dibakar di atas tataring (tungku perapian), suara kampak
ini merupakan tanda pengumuman pada seisi kampong bahwa seorang bayi telah
lahir.
Setelah upacara
itu selesai, tibalah masa krisis yang dinamakan Roburobuan lamanya 7 hari 7 malam. Selama masa krisis ini, seluruh
penduduk/warga desa berkumpul di rumah si bayi tiap malam, agar selalu ada
orang yang menjaga sehingga roh dan hantu jahat (Boru Sirumata atau Boru
Sibalikhunik) jangan sampai mengganggu atau mengambil si bayi.
Setelah semua
itu selesai ada upacara Martutuaek, upacara
Mengebang, dan upacara Khitanan, yang
masing-masing memiliki waktu upacara dan tradisinya masing-masing.
Bukan hanya
masyarakat Batak saja yang mempunyai upacara adat kelahiran, tetapi adat Jawa
juga mempunyai tradisi dan upacara adat kelahiran sendiri. Salah satu contoh
misalnya Barokahan, Sepasaran dan
lain-lain.
Itulah
Indonesia, begitu banyak ragam tradisi adat istiadat yang turun temurun menjadi
nilai tambah kebudayaan Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan
makalah kali ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui
pengertian budaya
b. Mengetahui
pengertian adat istiadat
c. Mengetahui
lebih dalam lagi tradisi adat istiadat kehamilan dan kelahiran anak di Jawa
BAB
II
ADAT
ISTIADAT JAWA PADA MASA KEHAMILAN DAN KELAHIRAN ANAK
2.1
Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya merupakan suatu pola
hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.2
Pengertian Adat Istiadat
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, adat didefinisikan sebagai aturan (perbuatan) yang lazim diturut
atau dilakukan sejak dahulu kala. Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang
terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan
yang lainnya berkaitan menjadi satu sistem atau kesatuan. Sementara istiadat
didefinisikan sebagai adat kebiasaan. Dengan demikian, adat istiadat adalah
himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada dan telah menjadi kebiasaan
(tradisi) dalam masyarakat. Sebagai contoh, dalam masyarakat Jawa terdapat adat
istiadat untuk melakukan upacara Selapanan ketika seorang bayi telah berumur 40
hari. Upacara ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa sejak lama.
2.3 Adat Istiadat Jawa Pada Masa
Kehamilan dan Kelairan Anak
A.
Macam-Macam
Upacara Adat Jawa Saat Prosesi Kehamilan
Kehamilan merupakan
masa-masa yang tidak terlupakan bagi seorang ibu, di adat Jawa terdapat
beberapa upacara saat prosesi kehamilan yang sudah turun-temurun diwariskan
oleh nenek moyang, upacara-upacara tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
Upacara
Tiga Bulanan
Upacara ini dilaksanakan pada saat usia
kehamilan adalah tiga bulan. Di usia ini roh ditiupkan pada jabang bayi,
biasanya upacara ini dilakukan berupa tasyakuran.
b.
Upacara
Tingkepan natau Mitoni
Upacara tingkepan disebut juga mitoni,
berasal dari kata “pitu” yang berarti tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan
pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.
Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu
yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai
dengan doa-doa khusus. Berikut ini adalah tata cara pelaksanan upacara
tingkepan antara lain:
1. Siraman
dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu supaya
suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air
dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.
2. Memasukkan
telur ayam kampong ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melaluo perut
sampai pecah, hal ini merupakan harapan supaya bayi lahir dengan lancar tanpa
suatu halangan.
3. Berganti
nyamping sebanyak tujuh kali secara begantian, disertai kain putih. Kain putih
sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bayi yang akan dilahirkan
adalah suci, dan mendapat berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan
"sudah pantas atau belum” sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang
hadir “belum pantas” sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana
dijawab “pantas”. Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian
berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motig yang paling sederhana, urutannya
adalah sebagai berikut:
a. Sidoluhur
b. Sidomukti
c. Truntum
d. Wahyu
Tumurun
e. Udan
Riris
f. Sido
Asih
g. Lasem
sebagai kain
h. Dringin
sebagai kemben
B.
Beberapa
Pantangan Dalam Prosesi Kehamilan Adat Jawa
Berikut ini adalah
pantangan bagi calon ibu dan calon ayah menurut tradisi Jawa, antara lain
sebagai berikut:
a. Ibu
hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang, sebab jika itu dilakukan bisa
menimbulkan cacat pada janin sesuai dengan perbuatannya itu.
b. Membawa
gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di kantung baju si ibu agar janin
terhindar dari marabahaya.
c. Ibu
tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan mengganggu janin.
d. Ibu
hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang dikandungnya tidak
dililit tali pusar.
e. Ibu
hamil tidak boleh benci kepada sesorang secara berlebihan, nanri anaknya jadi
mirip seperti orang yang dibenci tersebut.
f. Ibu
hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar siam.
g. “Amit-amit”
adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai “dzikir”-nya orang hamil ketika
melihat peristiwa yang menjijikan, mengerikan, mengecewakan dan sebagainya
sebagai harapan janin terhindar dari kejadian tersebut.
h. Ngidam
adalah prilaku khas perempuan hamil yang menginginkan sesuatu, makanan atau
sifat tertentu terutama diawal kehamilannya. Jika tidak dituruti maka anaknya
akan mudah mengeluarkan air liur.
i.
Dilarang makan nanas, nanas dipercaya
dapat menyebabkan janin dalam kandungan gugur.
j.
Jangan makan ikan mentar agar bayi tidak
bau amis.
k. Untuk
sang ayah dilarang mengganggu, melukai, bahkan membunuh hewan. Contohnya
memancing, membunuh hewan, memburu, dan lain-lain.
Serta masih banyak
pantangan-pantangan lain yang harus dihindari oleh calon ibu maupun ayah. Namun
sebenarnya pantangan-pantangan tersebut dapat dinalar apabila ditelaah menurut
ilmu pengetahuan, hanya saja beberapa kemungkinan tidak tertuju langsung dengan
keberlangsungan hidup si jabang bayi kelak.
C.
Macam-Macam
Upacara Adat Untuk Bayi
Bukan hanya pada saat
kehamilan saja upacara adat atau ritual dilaksanakan. Ketika bayi itu pun lahir
masih ada ritual dan upacara adat. Upacara ini pun berlangsung hingga si anak
menginjak usia satu tahun. Namun, pelaksanaan upacaara ini dilaksanakan hanya
di usia tertentu saja, berikut jenis-jenis upacara adat Jawa yang berkaitan
dengan kelahiran anak:
a.
Upacara
Adat Barokahan
Barokahan memiliki
makna adalah pengungkapan rasa syukur dan rasa sukacita atas kelahiran yang
berjalan lancar dan selamat. Ditinjau dari maknanya barokahan juga bisa berarti mengharapkan berkah dari Yang Maha
Pencipta.
Tujuan dari upacara ini
adalah untuk keselamatan dan perlindungan bagi sang bayi. Selain itu harapan
bagi sang bayi agar kelak menjadi anak yang memiliki prikaku yang baik.
Rangkaian upacara ini
berupa memendam ari-ari atau olasenta
bayi. Setelah itu dilanjunkan dengan membagikan sesajen barokahan kepada sanak saudara dan para tetangga.
b.
Upacara
Adat Sepasaran atau Pupuk Pusar
Sepasaran
merupakan salah satu upacara adat bagi bayi berumur lima hari. Upacara ini
umumnya diselengarakan secara sederhana, tetepi jika bersamaan dengan pemberian
nama pada si bayi upacara ini bisa dilakukan secara meriah.
Acara ini biasanya
dilaksanakan dengan mengadakan hajatan yang mengundang saudara dari tetangga.
Suguhan yang disajikan biasanya berupa minuman serta jajanan pasar. Selain itu
juga terkadang pula ada yang dibungkus tapi menggunakan besek (tempat makanan terbuat dari anyaman bambu) ataupun lainnya
untuk dibawa pulang.
c.
Upacara
Adat Selapan
Dalam bahasa Jawa, selapan berarti tiga puluh lima hari.
Tradisi ini dilakukan pada peringatan hari kelahiran. Setelah 35 hari dari hari
dimana bayi dilahirkan, maka diadakan perayaan dengan nasi tumpeng, jajan pasar
dan berbagai macam makanan sebagai symbol dari makna-makna yang tersirat dalam
tradisi Jawa.
Namun dalam
perkembangannya, saai ini selapan
sebagai ungkapan syukur atas kesehatan dan keselamatan bayi, diwujudkan cukup
dengan nasi tumpeng beserta lauk seadanya. Kemudian mengundang tetangga untuk kendurenan (selamatan), berdoa
besama-sama dan diujung acara, tumpeng dibagi rata untuk dibawa pulang sebagai
oleh-oleh. Selapan sebagai harapan
orang tua dan keluarga agar bayi selalu sehat, jauh dari marabahaya, dan apa yang
diharapkan bisa terlaksana.
d.
Upacara
Adat Mudhun Siti
Upacara ini dilakukan untuk bayi yang
telah berusia 7 bulan. Di Yogyakarta, upacara ini disebut dengan tedhan siten. Upacara ini sebagai
pelambang bahwa si anak telah siap untuk menjalani hidup lewat tuntunan dari si
orang tua. Acara ini dilaksanakan pada saat anak berumur 7selapan atau 245 hari. Prosesi upacaranya adalah tedhak sega pitung warna, mudhun tangga
tebu, ceker0ceker, sebar udik-udik, dan siraman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Begitu beragam upacara
adat Jawa saat kehamilan dan kelahiran anak, yang masing-masing tradisi
tersebut mempunyai maknanya tersendiri. Upacara-upacara tersebut sudah turun
temurun dilakukan dan sudah menjadi warisan budaya dari nenek moyang terdahulu.
Pada adat Jawa juga terdapat pantangan-pantangan tersendiri bagi calon ibu yang
sedang hamil dan juga calon ayahnya. Masih banyak lagi tradisi Jawa yang bisa
dibahas, contohnya tradisi adat pernikahan, kematian, dan lain-lain. Bukan
hanya adat Jawa saja yang mempunyai tradisi dan upacara seperti ini, tetapi
adat lainpun juga ada, karena itulah Indonesia, begitu banyak suku adat yang
mempunyai kebudayaan dan budayanya sendiri yang masing-masing telah menjadi
nilai plus tersendiri untuk Indonesia.
3.2 Saran
Indonesia memiliki beragam tradisi
dan budaya yang harus dilestarikan agar tidak punah, kita sebagai penerus
bangsa harus bangga terhadap kebudayaan kita sendiri. Diharapkan bagi pembaca
agar menggali lebih dalam lagi tradisi apa saja yang terdapat di Indonesia,
agar pembaca bisa merasa lebih bangga pada Indonesia, tidak terpacu pada
perkembangan zaman. Kebudayaan Indonesia itu khas, tidak ada di Negara manapun.
Maka dari itu, bangga dan cintailah Indonesia.
Penulis merasa masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu saran dan kritik dari
pembaca sangat diperlukan demi membuat artikel ini lebih menarik untuk dibaca.
3.3 Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar